Diare
termasuk salah satu gangguan saluran pencernaan yang paling sering ditemui
pemilik hewan. Diare sendiri bukanlah merupakan penyakit melainkan suatu gejala
yang mengiringi adanya penyakit maupun gangguan pada tubuh. Normalnya, anjing
dewasa defekasi sekali sehari bila diberi makan satu sampai dua kali sehari.
Perubahan baik berupa peningkatan frekuensi defekasi, volume maupun konsistensi
feses mulai dari yang lembek hingga cair serta dapat disertai dengan ada
tidaknya perubahan warna feses merupakan gejala umum diare. Meskipun diare
mudah dikenali, namun untuk mengetahui penyebab dan penanganannya cukup
kompleks karena banyak faktor yang mempengaruhi eksistensi fungsi saluran
pencernaan tersebut.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
diare pada anjing diantaranya :
1. Diet
Diare yang disebabkan faktor diet ini dapat berupa penggantian
makanan secara mendadak, overeating (porsi pemberian makanan terlalu banyak),
intoleransi makanan, adanya benda asing yang tidak dapat tercerna misalnya
rumput maupun sumber makanan yang tidak bersih misalnya dari sampah.
Penggantian makanan secara mendadak dapat menyebabkan gangguan
keseimbangan flora normal dalam saluran intestinal sehingga sebaiknya penggantian
makanan perlu dilakukan secara bertahap dengan mencampur bagian makanan lama
dengan makanan yang baru cukup dalam jangka waktu 1 minggu agar flora normal
intestin dapat beradaptasi.
Anjing juga dapat mengalami intoleransi terhadap suatu zat
maupun unsur kandungan tertentu dari makanan yang juga dipengaruhi oleh
perbedaan sensitivitas individual. Salah satunya yang sering terjadi terutama
pada anak anjing adalah lactose intolerance dimana laktosa susu tidak dapat
dicerna karena kekurangan enzyme lactase. Akibatnya terjadi penumpukan laktosa
di usus dan memicu fermentasi mikroba berlebih yang berdampak pada diare
osmotik. Penanganan yang dapat dilakukan adalah memberikan susu dengan
kandungan laktosa yang rendah. Selain itu anjing juga dapat mengalami intoleransi
terhadap makanan yang spicy (banyak bumbu) dan berminyak yang biasanya terdapat
pada jenis makanan rumahan.
Anjing yang memakan makanan yang kurang bersih seperti dari
sampah selain dapat mengakibatkan diare juga kadang disertai gejala muntah. Hal
ini dikarenakan kemungkinan bakteri pembusuk maupun toksin dalam makanan sampah
yang dapat mengiritasi mukosa saluran cerna.
Kebiasaan anjing menggigit benda-benda bertekstur keras maupun berserat yang bukan termasuk makanan lebih dikarenakan oleh behaviour mereka yang memang "menyukai" hal tersebut. Bahkan anjing yang mengalami gangguan di perut dan merasa tidak nyaman umumnya terdorong untuk memakan sesuatu yang berserat seperti rumput yang tak lain merupakan salah satu cara mengalokasikan stress yang terjadi oleh rasa tidak nyaman tersebut. Namun rumput bersifat mengiritasi dan tidak dapat tercerna, sehingga dampaknya anjing dapat muntah dan lebih lanjut efeknya yang mengiritasi saluran cerna dapat menimbulkan diare.
Kebiasaan anjing menggigit benda-benda bertekstur keras maupun berserat yang bukan termasuk makanan lebih dikarenakan oleh behaviour mereka yang memang "menyukai" hal tersebut. Bahkan anjing yang mengalami gangguan di perut dan merasa tidak nyaman umumnya terdorong untuk memakan sesuatu yang berserat seperti rumput yang tak lain merupakan salah satu cara mengalokasikan stress yang terjadi oleh rasa tidak nyaman tersebut. Namun rumput bersifat mengiritasi dan tidak dapat tercerna, sehingga dampaknya anjing dapat muntah dan lebih lanjut efeknya yang mengiritasi saluran cerna dapat menimbulkan diare.
2. Parasit intestinal
Parasit intestinal pada anjing diantaranya cacing whipworms
(cacing pipih), hookworms (cacing tambang), roundworms (cacing gilig). Diare
yang terjadi disebabkan oleh obstruksi dan perlukaan mekanis oleh infestasi
cacing pada mukosa epitel usus dan kadang disertai dengan darah. Pada infestasi
yang parah dalam jangka panjang cacing juga dapat menimbulkan anemia, penurunan
bobot badan, bulu kusam, daya tahan tubuh menurun, bahkan perforasi (lubang)
dinding usus. Untuk itu sebaiknya anjing diberikan obat cacing secara berkala
setiap 3 bulan sekali untuk pencegahan.
3. Infeksi bakteri dan protozoa
Protozoa menimbulkan kerusakan sel-sel epitel usus karena
berproliferasi secara intraseluler dan diantaranya yang sering menyerang
terutama pada anak anjing adalah giardia dan coccidia. Sedangkan penyebab diare
oleh bakteri diantaranya E. coli, salmonella dan campylobacter. Keistimewaan
bakteri selain menyebabkan kerusakan sel epitel usus sehingga terjadi
malabsorpsi, juga dapat menyebabkan septikemia (peredaran bakteri patogen dalam
pembuluh darah) serta dapat menghasilkan enterotoksin sebagai hasil buangan
metabolismenya. Pada umumnya penularan bakteri maupun protozoa dapat terjadi
melalui makanan yang tercemar disamping itu juga bersifat zoonosis (dapat
menular pada manusia).
4. Infeksi virus
Yang paling sering ditemui dan biasanya bersifat fatal pada anak
anjing yang belum divaksinasi adalah parvovirus dan coronavirus. Infeksi oleh
virus ini menyebabkan diare berdarah akut disertai muntah dan dehidrasi parah. Berbeda
dengan infeksi lain, virus bersifat contagious (sangat menular) dengan tingkat
morbiditas (virulensi) dan mortalitas (kematian) tinggi terutama pada anak
anjing. Pencegahan hanyalah dengan vaksinasi yang dapat dimulai saat anak
anjing memasuki usia 6-8 minggu.
5. Obat maupun toksin
Obat tertentu dapat menimbulkan efek samping diare, diantaranya
NSAID (non steroidal anti-inflammatory agent) seperti aspirin, anthelmentik
(obat cacing), obat antikanker serta beberapa jenis antibiotik tergantung
sensitivitas individual. Untuk toksin umumnya tidak hanya menimbulkan diare
tapi juga muntah, bahkan untuk toksin golongan organophospate (insektisida)
dapat disertai dengan gejala syaraf (kejang).
6. Pancreatitis
Pankreas yang mengalami peradangan dapat menyebabkan gangguan
produksi enzim pencernaan, sehingga ingesta dalam usus tidak dapat tercerna
dengan baik. Kondisi ini mempengaruhi tidak hanya motilitas normal pergerakan
ingesta tetapi juga perkembangan mikroflora pencernaan. Akibatnya dapat terjadi
overgrowth (pertumbuhan mikroflora berlebih) yang memicu diare. Gejala yang
ditimbulkan diantaranya rasa sakit daerah abdomen, steatorrhea (feses
berlemak), bobot badan menurun serta umumnya diare yang terjadi bersifat kronis
dan tidak disertai dengan darah maupun mucus (lendir).
7. Obstruksi saluran cerna
Obstruksi saluran cerna dapat disebabkan oleh adanya benda asing
maupun penyempitan saluran cerna itu sendiri yang diakibatkan oleh berbagai
faktor seperti torsio (perputaran) saluran cerna, intussuceptio (melipatnya
bagian usus ke dalam bagian usus lain), abcess, tumor intestinal, maupun
perlekatan saluran misalnya oleh karena trauma. Gejala yang ditimbulkan selain
diare juga dapat disertai muntah, anoreksia (nafsu makan menurun), depresi
serta sakit daerah abdomen.
Untuk tumor intestinal biasanya sering terjadi di daerah rectum
dan terminal colon serta umumnya dijumpai pada anjing tua. Tumor itu sendiri
memiliki bermacam tipe, namun yang paling ganas diantaranya adenocarcinoma dan
lymphosarcoma. Gejala yang ditimbulkan seiring dengan perkembangan tumor, yaitu
diare kronis, bobot badan menurun, nafsu makan rendah, muntah dan feses
berwarna hitam (akibat darah yang bercampur dengan hcl lambung di saluran
cerna).
8. Inflammatory bowel disease (IBD)
Terjadinya IBD atau yang lebih dikenal dengan peradangan di
saluran cerna diduga oleh adanya peranan berbagai faktor seperti nutrisi,
bakteri, genetik dan sistem imun yang menyebabkan reaksi hypersensitif sehingga
terjadi gangguan permeabilitas dan lesion (luka) jaringan mukosa dan akhirnya
berdampak pada terjadinya diare kronis.
Selain faktor penyebab, anda juga perlu mengenali durasi diare
pada anjing yang dapat dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu diare yang bersifat
akut dan kronis. Diare akut umumnya terjadi tiba-tiba dan berlangsung dalam
durasi yang pendek hingga 1-2 minggu. Sedangkan bila diare terjadi secara
persisten (lebih dari 3 minggu) atau memiliki sejarah berulang maka dapat
dikategorikan sebagai diare kronis.
Saat anjing anda mengalami diare akut ringan namun kondisinya
tetap lincah dengan nafsu makan yang baik dan tanpa disertai gejala klinis lain
maka kemungkinan diare yang terjadi lebih disebabkan oleh faktor diet. Meskipun
demikian baik diare yang bersifat akut maupun kronis tetap memerlukan perhatian
khusus bila disertai dengan adanya gejala lain seperti nafsu makan berkurang,
muntah, demam, lemas, mukosa pucat, diare disertai adanya darah maupun lendir,
rasa sakit pada bagian abdomen dan lain sebagainya. Pada kondisi ini sebaiknya
anda segera memeriksakan hewan anda ke klinik hewan maupun dokter hewan
setempat untuk mendapatkan penanganan segera dan pemeriksaan terhadap
kemungkinan adanya penyakit yang serius.
(oleh : drh. Anita Bunawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar